Senin, 02 Januari 2017

Makalah ILLEGAL FISHING



MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Illegal Fishing

                                                                Disusun oleh:
                                       Bayu Aji Pangestu (11315275)
                                      
                                                     Kelas  : 2TA01

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
          Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pantai mengingat status Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini  mengakibatkan Indonesia mengalami masalah illegal fishing. Selain itu Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya hayati yang besar. Sumber perikanan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.167.940 ton per tahunnya. Namun, akibat letak posisi silang Indonesia yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah Indonesia rawan terjadinya illegal fishing. Adapun daerah yang menjadi titik rawan tersebut terletak di Laut Arafuru,  Laut Natuna, sebelah Utara Sulawesi Utara (Samudra Pasifik), Selat Makassar, dan Barat Sumatera (Samudera Hindia).
          Kasus illegal fishing di Indonesia sendiri sepertinya kurang mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia sendiri. Padahal kejahatan illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi pemerintah Indonesia. Selain itu sumber perikanan di Indonesia masih merupakan sumber kekayaan yang memberikan kemungkinan yang sangat besar untuk dapat dikembangkan bagi kemakmuran bangsa Indonesia, baik untuk memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, maupun untuk keperluan ekspor guna mendapatkan dana bagi usaha-usaha pembangunan bangsanya. Hal ini jelas menunjukan betapa pentingnya sumber kekayaan hayati dalam hal ini perikanan bagi Indonesia.
          Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)  Indonesia. Salah satunya yaitu celah hukum yang terdapat dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa orang atau badan hukum asing itu dapat masuk ke wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional.
          Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Untuk saat ini masalah illegal fishing sudah mulai diberantas, oleh menteri Susi Pujiastuti.
          Kasus illegal fishing sampai sekarang belum terselesaikan sepenuhnya  karena belum maksimalnya upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)  Indonesia. Pengawasan di seluruh perairan Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih kekurangan dalam hal kapal pengawas dan juga jumlah hari operasi, serta terbatasnya jumlah hari operasi itu maka peran pemerintah daerah dan seluruh masyarakat terutama nelayan dalam pemberantasan illegal fishing menjadi penting. Berdasarkan dengan fenomena tersebut maka penulis bermaksud menyusun makalah dengan judul “Upaya Negara Indonesia dalam Menangani Masalah Illegal Fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)  Indonesia.”
          Penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia (Perairan) Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 tersebut (3 kali dari luas darat) masih memerlukan perhatian yang besar, termasuk penegakan hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan kemampuan penegakan hukum dan pengamanan ini mencakup suatu kerja sama yang erat antara kegiatan-kegiatan di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha meningkatkan monitoring, kontrol, surveillance, serta kegiatan-kegiatan penyelidikan dan proses pengadilan harus ditata dengan sebaik-baiknya.
1.            Upaya penegakan memerangi pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, selama ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, instansi penegak hukum, dan Pemerintah Daerah berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada gerakan serentak dan serius untuk memeranginya. Bahkan ada instansi tertentu yang ikut bertugas sebagai pengawas dan penyidik terhadap pencurian ikan sengaja membiarkan praktek ini karena menikmati setoran dari pelaku pencurian ikan.
2.            Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia sangat terkait dengan peraturan hukum dan institusi penegak hukum, kalau yang pertama menyangkut peraturan perundang-undangannya, sedangkan yang kedua menyangkut institusi penggeraknya, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, Kepolisian RI, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Penegak hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri adalah komponen integral dari pembangunan nasional.
`         Salah satu penyebab utama pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ialah lemahnya pengawasan akibat rendahnya integritas moral serta kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. Keadaan yang kurang menggembirakan ini menyebabkan suburnya pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Ia adalah produk dari integritas moral, karena yang dapat berfikir perlunya diperbaiki sistem ialah yang bermoral. Orang yang tidak bermoral atau bermoral rendah meskipun tidak mungkin terdorong untuk memperbaiki sistem karena kelemahan sistem itu sendiri diperlukannya untuk melakukan penyelewengan. Pola perbuatan ini sudah menjadi salah satu gejala umum yang sulit diberantas, karena terbatasnya akses ke laut untuk melihat perilaku aparat pengawas perikanan.
Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan Perikanan
di WPP-RI
1.2 Rumusan Masalah
a.   Apa saja faktor penyebab Illegal Fishing?.
b.   Apa saja dampak Illegal Fishing?.
c.   Apa saja dampak negatifnya terhadap aspek sosial dan ekonomi negara?.
d.   Apa yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif?.

1.3 Tujuan Masalah
a.   Menjelaskan faktor penyebab Illegal Fishing.
b.   Menyebutkan dampak Illegal Fishing.
c.   Menjelaskan dampak negatifnya terhadap aspek sosial dan ekonomi negara.
d.   Menjelaskan pengertian Zona Ekonomi Eksklusif.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Undang-undang Illegal Fishing
Ø   Pasal 26 ayat (1): Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP.
Ø  Pasal 26 ayat (2): Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud ayat (1), tidakberlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil.
Ø  Pasal 27ayat (1): Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kappalpenangkap ikan berbendera Indonesia yang dipergunakan untu kmelakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau lautlepas wajib memiliki SIPI.
Ø  Pasal 27ayat (2): Setiap orang yang memiliki dan/atau pengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang dipergunakan untuk melakukan penangkapanikan di wilayah pengelolaan perikananRepublik Indonesia wajib memiliki SIPI.
Ø  Pasal 27ayat (3): SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.
Ø  Pasal 27ayat (4): Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
Ø  Pasal 93 ayat (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikandi wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memilikiSIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliarrupiah).
Ø  Pasal 104 ayat (2) Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/atau yangdihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuknegara
2.2  Tindak Pidana
          Keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sangat jelas bahwa illegal fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan pelanggaran yang dilakukan, serta Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim Perikanan dalam memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal Fishing, yang dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat merusak perekonomian bangsa.
          Seperti yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention On The Law Of The Sea) Tahun 1982 yang mana merupakan perjanjian hukum laut yang dihasilkan dari konferensi PBB yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. UNCLOS sendiri sebelumnya sudah dilaksanakan sejak tahun 1958 yang kemudian dirasa perlu adanya penyempurnaan hingga akhirnya dilaksanakanlah UNCLOS 1982 yang sudah diakui oleh lebih dari 150 negara termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia oleh nelayan asing menurut audit BPK mencapai 30 trilyun rupiah pertahun. Menarik pula, pelaku tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing di perairan Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh dijatuhi pidana penjara selama belum ada perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Negara yang bersangkutan.
2.3 Komitmen Pemerintah
          Seiring tekad untuk mengembalikan kejayaan Indonesia, Pemerintah Joko Widodo pun berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan atas berbagai persoalan tersebut. Melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), misalnya dalam beberapa bulan terakhir mengeluarkan berbagai aturan agarpraktik illegal fishing tidak terjadi lagi di kelautan Indonesia.
          Seperti disampaikan Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, illegal fishingbisa enjadi kejahatan yang luar biasa. Bukan hanya koporasi, tetapi juga kejahatan kemanusiaan.  



BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Faktor Penyebab Illegal Fishing
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
2. Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.

3. Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
3.2  Dampak Illegal Fishing
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.
3.3 Dampak Negatifnya Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi Negara
·        Sosial
Bagi Indonesia Illegal Fishing menjadi perhatian utama, karena hal ini terjadi setiap hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia Tenggara, sektor perikanan menjadi salah satu sumber utama bagi ketahanan pangan di kawasan. Motif ekonomi sering menjadikan alasan bagi eksplorasi besar-besaran terhadap sumber daya perikanan, yang pada gilirannya, menjadikan sebagai penyebab utama bagi berkurangnya secara drastis terhadap persediaan ikan di Asia Tenggara. Persoalan ini akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup lebih dari 100 juta jiwa. Hal ini juga telah menyebabkan sengketa diantara para nelayan lokal dengan para pemilik kapal pukat dan juga diantara para nelayan tradisional antar negara. Berkurangnya persediaan ikan diperairan Indonesia sebagai akibat illegal fishing yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal pukat, juga telah memaksa para nelayan tradisional Indonesia terlibat dalam kegiatan illegal fishing diperairan Australia, yang menyebabkan timbulnya permasalahan diantara kedua negara. Dampak secara langsung tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga para karyawan pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan Bejina misalnya, sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing tersebut, maka seluruh perusahaan industri pengolahan ikan tidak beroperasi lagi, dan akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak apa yang terjadi, yaitu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)para karyawan pabrik pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi bahan baku tangkapanikan yang diolah oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua tangkapan ikan oleh kapalasing tersebut telah ditransfer ke kapal yang lebih besar di tengah laut istilahnya 'trans-shipment' dan hal ini jelas-jelas telah melanggar peraturan Menteri Kelautan danPerikanan No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh hasil tangkapan ikanditurunkan dan diolah di darat.
·        Ekonomi
Illegal Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia. Negara ini telah kehilangan sumber devisa negara yang semestinya bisa menghidupi kesejahteraan masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok tertentu baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor- kekayaan sumber daya alam Indonesia telah membuat cukong-cukong asing yang bekerjasama dengan oknum lokal, menggaruk hasil kekayaan alam kita. Tidak tanggung-tanggung, kerugian Negara yang diakibatkan kejahatan bidang perikanan ini mencapai angka yang luarbiasa. Menurut Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DKP) Ardisu Zainuddin, pada tahun 2005 jumlah pelanggaran yangditangani DKP 174 kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara hingga September 2007 sudah ada 160kapal ikan liar yang diproses secara hukum. Dari barang bukti kasus-kasus illegal fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara mencapai antara Rp1-Rp4 miliar per kapal. Jika sampai September 2007 ada 160 kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugiannegara akibat penangkapan ikan liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160 miliar sampai Rp640 miliar. Meski belum ada data resmi mengenai kerugian negara akibat penangkapan ikan ilegal itu, tetapi dari riset DKP pada 2003, totalnya bisa mencapaiUS$1,9 miliar (sekitar Rp18 triliun)
3.4   Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Atau dengan kata lain zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut territorial, seperti tampak pada gambar dibawah ini ;
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing
Rincian
Pukat
Ikan
L. Arafura
Pukat
Ikan
Slt. Malaka
Pukat Udang
Pukat Cincin Pelagis Besar
Rawai
Tuna
Ukuran Kapal (GT)
202
240
138
134
178
Kekuatan Mesin (HP)
540
960
279
336
750
Produksi (Ton/Kpl/thn)
847
864
152
269
107
Rugi pungutan Perikanan (Rp juta/Kpl/Thn)
193
232
170
267
78
Rugi subsidi BBM (Rp.Juta/Kpl/Thn)
112
221
64
77
173
Rugi Produksi Ikan (Rp. Juta/Kpl/Thn)
3.559
1.733
3.160
1.101
801
Total Kerugian (Rp.Juta/Kpl/Thn)
3.864
2.187
3.395
1.446
1.052
Sumber: Dr. Purwanto, 2004
Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi akibat pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal fishing dengan jumlah kerugian tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
4.1  KESIMPULAN
Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan tidak mengatur pembagian kewenangan secarategas dan tidak pula mengatur mekanisme kerja yang pasti, sehingga ketiga instansi tersebut menyatakan instansinya sama-sama berwenang dalam penegakan hukumperikanan serta tanpa adanya keterpaduan sistem dalam pelaksanaannya. Konflik kewenangan seperti ini tidaklah menguntungkan dan mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak pidana perikanan dipandang lemah dan tidak optimal,sehingga berdampak kepada kegiatan penangkapan ikan secara tidak sah masih menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi dan tetap terus berlangsung. Untuk itu segera dicarikan solusinya, guna tercipta suatu kondisi yang tertib, aman serta adanya kepastian hukum. Hal tersebut berpengaruh positif bagi para pelaku usaha dibidang perikanan yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
4.2  SARAN
Perlunya dilakukan peningkatan kemampuan maupun kompetensi sumberdaya manusia khususnya ditingkat penuntutan dan pengadilan sehingga dalam proses penyelesaian atau penegakan hukum terhadap tindak pidana Ilegal Fishing dapat dilakukan secara profesional dan tepat sasaran sehingga diharapkan tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu didalam menanggulangi kejahatan dibidang perikanan dapat tercapai.
Perlunya dibentuk Forum Koordinasi Aparat Penegak Hukum Dibidang Perikanan sehingga dalam penanganan kasus tindak pidana Illegal Fishing dapat dilaksanakan secara bersama – sama lintas sektor sehingga apa yang menjadi faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum dibidang perikanan dapat diminimalisir.



DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar