MAKALAH
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
Disusun
oleh:
Bayu
Aji Pangestu (11315275)
Kelas : 2TA01
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pantai mengingat status
Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini
mengakibatkan Indonesia mengalami masalah illegal fishing. Selain itu Indonesia juga dikenal sebagai negara
dengan potensi sumber daya hayati yang besar. Sumber perikanan laut Indonesia
diperkirakan mencapai 6.167.940 ton per tahunnya. Namun, akibat letak posisi
silang Indonesia yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua
Samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah Indonesia rawan terjadinya illegal fishing. Adapun daerah yang
menjadi titik rawan tersebut terletak di Laut Arafuru, Laut Natuna, sebelah Utara Sulawesi Utara
(Samudra Pasifik), Selat Makassar, dan Barat Sumatera (Samudera Hindia).
Kasus illegal fishing di Indonesia sendiri
sepertinya kurang mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia sendiri. Padahal
kejahatan illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia
mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi pemerintah Indonesia. Selain itu
sumber perikanan di Indonesia masih merupakan sumber kekayaan yang memberikan
kemungkinan yang sangat besar untuk dapat dikembangkan bagi kemakmuran bangsa
Indonesia, baik untuk memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, maupun untuk
keperluan ekspor guna mendapatkan
dana bagi usaha-usaha pembangunan bangsanya. Hal ini jelas menunjukan betapa
pentingnya sumber kekayaan hayati dalam hal ini perikanan bagi Indonesia.
Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya illegal
fishing di ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) Indonesia. Salah satunya
yaitu celah hukum yang terdapat dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa orang atau badan hukum
asing itu dapat masuk ke wilayah ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan
berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional.
Illegal fishing merupakan masalah klasik
yang sering dihadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah
tersebut sudah ada sejak dulu. Untuk saat ini masalah illegal fishing sudah
mulai diberantas, oleh menteri Susi Pujiastuti.
Kasus illegal fishing sampai sekarang belum
terselesaikan sepenuhnya karena belum
maksimalnya upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Pengawasan di seluruh perairan
Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih kekurangan dalam hal
kapal pengawas dan juga jumlah hari operasi, serta terbatasnya jumlah hari
operasi itu maka peran pemerintah daerah dan seluruh masyarakat terutama
nelayan dalam pemberantasan illegal fishing menjadi penting. Berdasarkan dengan
fenomena tersebut maka penulis bermaksud menyusun makalah dengan judul “Upaya
Negara Indonesia dalam Menangani Masalah Illegal
Fishing di ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) Indonesia.”
Penegakan hukum dan peningkatan
keamanan di laut Indonesia (Perairan) Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 tersebut (3 kali
dari luas darat) masih memerlukan perhatian yang besar, termasuk penegakan
hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan
kemampuan penegakan hukum dan pengamanan ini mencakup suatu kerja sama yang
erat antara kegiatan-kegiatan di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha
meningkatkan monitoring, kontrol, surveillance, serta kegiatan-kegiatan
penyelidikan dan proses pengadilan harus ditata dengan sebaik-baiknya.
1. Upaya penegakan memerangi pencurian ikan
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia, selama ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, instansi penegak
hukum, dan Pemerintah Daerah berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada gerakan
serentak dan serius untuk memeranginya. Bahkan ada instansi tertentu yang ikut
bertugas sebagai pengawas dan penyidik terhadap pencurian ikan sengaja membiarkan
praktek ini karena menikmati setoran dari pelaku pencurian ikan.
2. Upaya penegakan hukum terhadap tindak
pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia sangat terkait dengan peraturan hukum dan
institusi penegak hukum, kalau yang pertama menyangkut peraturan
perundang-undangannya, sedangkan yang kedua menyangkut institusi penggeraknya,
seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, Kepolisian RI, Pengadilan
dan Lembaga Pemasyarakatan. Penegak hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari
pembangunan hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri adalah komponen
integral dari pembangunan nasional.
` Salah
satu penyebab utama pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ialah lemahnya pengawasan akibat
rendahnya integritas moral serta kurangnya sarana dan prasarana yang memadai.
Keadaan yang kurang menggembirakan ini menyebabkan suburnya pencurian ikan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Ia
adalah produk dari integritas moral, karena yang dapat berfikir perlunya
diperbaiki sistem ialah yang bermoral. Orang yang tidak bermoral atau bermoral
rendah meskipun tidak mungkin terdorong untuk memperbaiki sistem karena
kelemahan sistem itu sendiri diperlukannya untuk melakukan penyelewengan. Pola
perbuatan ini sudah menjadi salah satu gejala umum yang sulit diberantas,
karena terbatasnya akses ke laut untuk melihat perilaku aparat pengawas
perikanan.
Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan
Perikanan
di WPP-RI
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja
faktor penyebab Illegal Fishing?.
b. Apa saja dampak Illegal Fishing?.
c. Apa saja dampak negatifnya terhadap aspek
sosial dan ekonomi negara?.
d. Apa yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif?.
1.3 Tujuan Masalah
a. Menjelaskan faktor penyebab Illegal Fishing.
b. Menyebutkan dampak Illegal Fishing.
c. Menjelaskan dampak negatifnya terhadap aspek sosial dan ekonomi negara.
d. Menjelaskan pengertian Zona Ekonomi
Eksklusif.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Undang-undang Illegal Fishing
Ø Pasal 26 ayat
(1): Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan,
pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan diwilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP.
Ø Pasal 26 ayat (2): Kewajiban memiliki SIUP
sebagaimana dimaksud ayat (1), tidakberlaku bagi nelayan kecil dan/atau
pembudidaya ikan kecil.
Ø Pasal 27ayat (1): Setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan kappalpenangkap ikan berbendera Indonesia yang
dipergunakan untu kmelakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Republik Indonesia dan/atau lautlepas wajib memiliki SIPI.
Ø Pasal 27ayat (2): Setiap orang yang memiliki
dan/atau pengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing
yang dipergunakan untuk melakukan penangkapanikan di wilayah pengelolaan
perikananRepublik Indonesia wajib memiliki SIPI.
Ø Pasal 27ayat (3): SIPI sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.
Ø Pasal 27ayat (4): Kapal penangkap ikan berbendera
Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara
lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
Ø Pasal 93 ayat (1) Setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera
Indonesia melakukan penangkapan ikandi wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memilikiSIPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua
miliarrupiah).
Ø Pasal 104 ayat (2) Benda dan/atau alat yang
dipergunakan dalam dan/atau yangdihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat
dirampas untuknegara
2.2 Tindak
Pidana
Keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan sangat jelas bahwa illegal
fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan pelanggaran yang
dilakukan, serta Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah
positif dan merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim Perikanan
dalam memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal Fishing, yang dampaknya sangat merugikan negara bahkan
telah disinyalir dapat merusak perekonomian bangsa.
Seperti yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention On The Law Of The
Sea) Tahun 1982 yang mana merupakan perjanjian hukum laut yang dihasilkan
dari konferensi PBB yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. UNCLOS sendiri sebelumnya sudah
dilaksanakan sejak tahun 1958 yang kemudian dirasa perlu adanya penyempurnaan
hingga akhirnya dilaksanakanlah UNCLOS
1982 yang sudah diakui oleh lebih dari 150 negara termasuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Tindak pidana pencurian ikan di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
oleh nelayan asing menurut audit BPK mencapai 30 trilyun rupiah pertahun.
Menarik pula, pelaku tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing
di perairan Zona Ekonomi Eksklusif tidak boleh dijatuhi pidana penjara selama
belum ada perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah
Negara yang bersangkutan.
2.3 Komitmen
Pemerintah
Seiring
tekad untuk mengembalikan kejayaan Indonesia, Pemerintah Joko Widodo pun
berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan atas berbagai persoalan tersebut.
Melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), misalnya dalam beberapa bulan
terakhir mengeluarkan berbagai aturan agarpraktik illegal fishing tidak terjadi
lagi di kelautan Indonesia.
Seperti
disampaikan Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, illegal fishingbisa
enjadi kejahatan yang luar biasa. Bukan hanya koporasi, tetapi juga kejahatan
kemanusiaan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor Penyebab Illegal Fishing
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia
tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di
negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di
Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat
dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi
overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada
perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
2. Disparitas
(perbedaan) harga ikan segar utuh (whole
fish) di negara lain dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga
membuat masih adanya surplus pendapatan.
3. Fishing ground di negara-negara lain sudah
mulai habis, sementara di Indonesia masih menjanjikan, padahal mereka harus
mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi mereka dan harus mempertahankan
produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di
sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal
pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah
rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan
masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik
masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk
sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open
acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada
kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan
dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana
pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai
gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS
Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah
tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang
harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana dan
prasarana pengawasan.
7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat
penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih
belum solid, terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi
kapal pengawas di ZEE.
3.2 Dampak Illegal Fishing
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan
kerugian yang besar bagi Indonesia.
Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan,
iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan
termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing.
Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait
dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah
International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan
baik.
3.3
Dampak Negatifnya Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi Negara
· Sosial
Bagi Indonesia Illegal Fishing menjadi perhatian utama,
karena hal ini terjadi setiap hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia
Tenggara, sektor perikanan menjadi salah satu sumber utama bagi ketahanan
pangan di kawasan. Motif ekonomi sering menjadikan alasan bagi eksplorasi
besar-besaran terhadap sumber daya perikanan, yang pada gilirannya, menjadikan
sebagai penyebab utama bagi berkurangnya secara drastis terhadap persediaan ikan
di Asia Tenggara. Persoalan ini akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan
hidup lebih dari 100 juta jiwa. Hal ini juga telah menyebabkan sengketa
diantara para nelayan lokal dengan para pemilik kapal pukat dan juga diantara
para nelayan tradisional antar negara. Berkurangnya persediaan ikan diperairan
Indonesia sebagai akibat illegal fishing
yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal pukat, juga telah memaksa para
nelayan tradisional Indonesia terlibat dalam kegiatan illegal fishing
diperairan Australia, yang menyebabkan timbulnya permasalahan diantara kedua
negara. Dampak secara langsung tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi
juga para karyawan pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan
Bejina misalnya, sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing tersebut,
maka seluruh perusahaan industri pengolahan ikan tidak beroperasi lagi, dan
akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak apa yang terjadi, yaitu PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja)para karyawan pabrik pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi
bahan baku tangkapanikan yang diolah oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua
tangkapan ikan oleh kapalasing tersebut telah ditransfer ke kapal yang lebih
besar di tengah laut istilahnya 'trans-shipment'
dan hal ini jelas-jelas telah melanggar peraturan Menteri Kelautan danPerikanan
No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh hasil tangkapan ikanditurunkan dan
diolah di darat.
· Ekonomi
Illegal Fishing
ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia. Negara ini telah kehilangan
sumber devisa negara yang semestinya bisa menghidupi kesejahteraan
masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati oleh segelintir orang atau
kelompok tertentu baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor- kekayaan sumber
daya alam Indonesia telah membuat cukong-cukong asing yang bekerjasama dengan
oknum lokal, menggaruk hasil kekayaan alam kita. Tidak tanggung-tanggung,
kerugian Negara yang diakibatkan kejahatan bidang perikanan ini mencapai angka
yang luarbiasa. Menurut Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan
dan Perikanan (DKP) Ardisu Zainuddin, pada tahun 2005 jumlah pelanggaran
yangditangani DKP 174 kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara
hingga September 2007 sudah ada 160kapal ikan liar yang diproses secara hukum.
Dari barang bukti kasus-kasus illegal
fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara
mencapai antara Rp1-Rp4 miliar per kapal. Jika sampai September 2007 ada 160
kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugiannegara akibat penangkapan ikan
liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160 miliar sampai Rp640 miliar. Meski
belum ada data resmi mengenai kerugian negara akibat penangkapan ikan ilegal
itu, tetapi dari riset DKP pada 2003, totalnya bisa mencapaiUS$1,9 miliar
(sekitar Rp18 triliun)
3.4 Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai,
yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan
alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan
bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.
Atau dengan kata lain zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan
berdampingan dengan laut territorial, seperti tampak pada gambar dibawah ini ;
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar
bagi Indonesia. Overfising, overcapacity,
ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak
kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan
merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing.
Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait
dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah
International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan
baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian
materil yang diakibatkan oleh Illegal
fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan
jumlah kapal asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO, 2001). Dengan
asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable
yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang
hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga
jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa
mencapai Rp 30 trilyun.
Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing
Rincian
|
Pukat
Ikan
L. Arafura
|
Pukat
Ikan
Slt. Malaka
|
Pukat Udang
|
Pukat Cincin Pelagis Besar
|
Rawai
Tuna
|
Ukuran Kapal (GT)
|
202
|
240
|
138
|
134
|
178
|
Kekuatan Mesin (HP)
|
540
|
960
|
279
|
336
|
750
|
Produksi (Ton/Kpl/thn)
|
847
|
864
|
152
|
269
|
107
|
Rugi pungutan Perikanan (Rp juta/Kpl/Thn)
|
193
|
232
|
170
|
267
|
78
|
Rugi subsidi BBM (Rp.Juta/Kpl/Thn)
|
112
|
221
|
64
|
77
|
173
|
Rugi Produksi Ikan (Rp. Juta/Kpl/Thn)
|
3.559
|
1.733
|
3.160
|
1.101
|
801
|
Total Kerugian (Rp.Juta/Kpl/Thn)
|
3.864
|
2.187
|
3.395
|
1.446
|
1.052
|
Sumber: Dr. Purwanto, 2004
Dari
tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi akibat pencurian
ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal. Sehingga
secara sederhana kerugian negara akibat illegal
fishing dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan
illegal fishing dengan jumlah
kerugian tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
4.1 KESIMPULAN
Undang-undang No. 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
tidak mengatur pembagian kewenangan secarategas dan tidak pula mengatur
mekanisme kerja yang pasti, sehingga ketiga instansi tersebut menyatakan
instansinya sama-sama berwenang dalam penegakan hukumperikanan serta tanpa
adanya keterpaduan sistem dalam pelaksanaannya. Konflik kewenangan seperti ini
tidaklah menguntungkan dan mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak pidana
perikanan dipandang lemah dan tidak optimal,sehingga berdampak kepada kegiatan
penangkapan ikan secara tidak sah masih menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi
dan tetap terus berlangsung. Untuk itu segera dicarikan solusinya, guna
tercipta suatu kondisi yang tertib, aman serta adanya kepastian hukum. Hal
tersebut berpengaruh positif bagi para pelaku usaha dibidang perikanan yang
pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
4.2 SARAN
Perlunya
dilakukan peningkatan kemampuan maupun kompetensi sumberdaya manusia
khususnya ditingkat penuntutan dan pengadilan sehingga dalam proses
penyelesaian atau penegakan hukum terhadap tindak pidana Ilegal Fishing dapat dilakukan secara profesional dan tepat sasaran
sehingga diharapkan tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu didalam
menanggulangi kejahatan dibidang perikanan dapat tercapai.
Perlunya
dibentuk Forum Koordinasi Aparat Penegak Hukum Dibidang Perikanan sehingga
dalam penanganan kasus tindak pidana Illegal
Fishing dapat dilaksanakan secara bersama – sama lintas sektor sehingga apa
yang menjadi faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum dibidang perikanan
dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 31 Tahun
2004 Tentang Perikanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar