Minggu, 11 November 2018

Aspek Hukum dalam Pembangunan (2)


TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Kelompok 5
       Anggota:
1. Ahmad Luthfi Mubarok                    (10315348)
2. Annisa Fauziyah                              (10315869)
3. Ashar Muallidiniyah                         (11315087)
4. Bayu Aji Pangestu                           (11315275)
5. Bobby Febe Utama                          (11315386)
6. Ludhan Wijaya                                 (13315872)
7. Novia Nurfatika Sari                         (15315127)
8. Willy Putra Dellly                              (17315158)


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2018/2019
Penyusunan Anggaran Perusahaan dan/atau Anggaran Proyek Pembangunan
Prinsip Penyusunan Anggaran Perusahaan
Anggaran diartikan sebagai dana yang harus diterima maupun dikeluarkan oleh perusahaan. Dengan kata lain, rincian anggaran bisa didapatkan dari sebuah catatan neraca kas yang ada di perusahaan. Banyak pihak yang membutuhkan cara menyusun anggaran perusahaan yang benar untuk proses produksinya. Hal ini dilakukan sebagai upaya utama dalam perkembangan serta pertumbuhan perusahaan yang maju. Tahapan penyusunan anggaran perusahaan yaitu sebagai berikut :
A.                  Penentuan Pedoman Anggaran
Anggaran keuangan yang ada di sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan penyusunan anggaran selama setahun yang biasanya dipersiapkan beberapa bulan sebelum anggaran tahun berikutnya. Dalam penyusunan anggaran yang dilakukan oleh perusahaan biasanya banyak dikenal manajemen puncak didalamnya. Kegiatan manajemen puncak terbagi atas dua kegiatan diantaranya yaitu :
1.           Kegiatan penetapan rencana besar perusahaan seperti halnya tujuan, kebaikan dan asumsi sebagai dasar penyusunan anggaran keuangan yang ada.
2.           Kegiatan membentuk panitia untuk menyusun anggaran keuangan yang ada di perusahaan.
B.                  Persiapan Anggaran Keuangan
Perusahaan membutuhkan waktu persiapan anggaran keuangan perusahaan yang dilakukan setelah aktivitas manajemen puncak. Persiapan anggaran keuangan perusahaan ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga bagian penyusun anggaran akan tetapi juga dibutuhkan kerjasama dengan tenaga keuangan serta tenaga umum yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan diberikan wewenang untuk melakukan penyusunan anggaran keuangan dengan menggunakan aktifitas penyusunan anggaran berikut ini yaitu :
A.          Penyusunan anggaran penjualan
B.          Penyusunan anggaran beban penjualan
C.          Penyusunan anggaran piutang usaha
D.           Penyusunan anggaran produksi
E.          Penyusunan anggaran biaya pabrik
F.           Penyusunan anggaran persediaan di perusahaan
G.          Penyusunan anggaran piutang usaha di perusahaaN
H.          Penyusunan anggaran laba rugi
I.             Penyusunan anggaran neraca kas perusahaan
C.                  Penentuan Anggaran Perusahaan
Tahapan penyusunan anggaran yang ketiga yauitu berupa penentuan anggaran perusahaan. Tahapan yang ketiga ini terdiri atas 3 tahapan yaitu :
1.           Perundingan antara masing-masing karyawan untuk menyesuaikan rencana akhir setiap komponen anggaran
2.           Melakukan koordinasi dan penelaahan komponen anggaran perusahaan
3.           Melakukan pengesahan serta pendistribusian anggaran secara merata
D.                  Pelaksanaan Anggaran
Inilah tahapan keempat yang dilakukan untuk menyusun anggaran di perusahaan. Dalam tahapan ini dibutuhkan pengawasan dari kalangan manajer perusahaan pada masing-masing bagian yang melakukan tugasnya sendiri-sendiri. Setelah pengawasan sudah dilakukan oleh kalangan manajer selanjutnya manajer memiliki wewenang melaporkan pada seorang direksi di perusahaan. Inilah alur final dari penerapan anggaran di sebuah perusahaan.
Prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi dan ditaati agar suatu anggaran perusahaan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik adalah dengan cara sebagai berikut :


1.                   Management Involvement
Keterlibatan manajemen dalam penyusunan rencana mempunyai makna bahwa manajemen mempunyai komitmen yang kuat untuk mencapai segala sesuatu yang direncanakan.

2.                   Organizational Adaptation
Suatu rencana keuangan harus disusun berdasar struktur organisasi dimana ada ketegasan garis wewenang dan tanggung jawab. Seorang manajer tidak dapat memindahkan tanggungjawab atas suatu pekerjaan walaupun dia dapat melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya.

3.                   Responsibility Accounting
Agar rencana keuangan dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus didukung adanya suatu sistem responsibility accounting yang polanya disesuaikan dngan pertanggungjawaban organisatoris.

4.                   Goal Orientation
Penetapan tujuan yang realistis akan menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Jadi konsep management by objective dapat diterapkan.

5.                   Full communication
Suatu perencanaan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif apabila antara tingkatan manajemen mempunyai pemahaman yang sama tentang tanggung jawab dan sasaran yang harus dicapai.

6.                   Realistic Expectation
Dalam perencanaan, manajemen harus menghindari konservatisme dan optimisme yang berlebihan yang menjadikan sasaran tidak dapat dicapai. Jadi manajemen harus menetapkan sasaran yang realistis artinya memungkinkan dapat dicapai
7.                   Timeliness
Laporan-laporan berupa informasi mengenai realisasi rencana harus diterima oleh manajer yang berkompeten tepat pada waktunya agar informasi tersebut efektif dan berguna bagi manajemen.

8.                   Flexible Application
Perencanan tidak boleh kaku tetapi harus terdapat celah untuk perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi.

9.                   Reward and Punishment
Manajemen harus melakukan penilaian kinerja manajer berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan. Jadi manajer yang kinerjanya di bawah atau melebihi standar harus dapat diketahui sehingga pemberian suatu reward ataupun punishment oleh manajemen menjadi transparan.

Anggaran Biaya Administrasi
Budget Biaya Administrasi (Administration Expanse Budget) adalah budget yang merencanakan secara sistematis dan lebih terperinci tentang biaya administrasi yang ditanggung perusahaan dari waktu kewaktu (bulan ke bulan) selama periode tertentu yang akan datang. Budget Biaya Administrasi (Administration Expanse Budget) adalah semua rencana biaya yang berkaitan dengan aktivitas untuk mengatur dan mengendalikan organisasi.
Menurut Munandar (2003, hal 187) pengertian anggaran biaya administrasi adalah Anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang biaya yang terjadi serta biaya lain yang sifatnya untuk keperluan secara keseluruhan, yang di dalamnya meliputi rencana tentang jenis biaya administrasi, jumlah biaya administrasi, dan waktu (kapan) biaya administrasi tersebut terjadi dan dibebankan, yang masing-masing dikaitkan dengan tempat (departemen) dimana biaya administrasi tersebut terjadi.

Hal ini menggambarkan bahwa jika perusahaan membagi kantor administrasi menjadi beberapa bagian, maka rencana tentang biaya administrasi dan masing-masing bagian tersebut juga harus diperinci dan dipisahkan secara jelas termasuk dalam beban ini adalah :
1.           Gaji pegawai bagian adminstrasi
2.           Biaya tulis menulis
3.           Penyusutan atau depresi bangunan kantor
4.           Penyusutan atau depresi inventaris kantor
5.           Biaya telefon
6.           Biaya listrik
7.           Gaji pimpinan perusahaan dan staf, dan lain-lain
Biaya operasi ini sifatnya berubah-ubah sejalan dengan kegiatan perusahaan atau biasanya biaya operasi ini tergolong pada biaya variabel. Ada beberapa bagian yang biasanya dipergunakan dalam kantor administrasi dan umum antara lain :
1.           Bagian secretariat
2.           Bagian keuangan
3.           Bagian perlengkapan
4.           Bagian personalia
5.           Bagian perhubungan
Kegunaan Budget dari Biaya Administrasi sebuah perusahaan adalah sebagai berikut:
1.           Sebagai pedoman kerja
2.           Sebagai alat manajemen untuk menciptakan koordinasi kerja
3.           Sebagai alat manajemen untuk melakukan evaluasi atau pengawasan kerja
4.           Sebagai dasar menyusun budget kas.

Data dan informasi untuk menyusun Budget Biaya Admnistrasi suatu perusahaan adalah sebagai berikut :

1.                   Rencana penjualan
Rencana penjualan yang dimaksud terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan di jual oleh perusahaan dari masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang akan datang.

2.                   Recana produksi
Rencana produksi yang dimaksud terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan diproduksi oleh perusahaan dari masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang akan datang.

3.                   Standar biaya
Standar biaya yang termasuk kelompok administrasi Biaya standar ini adalah biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok biaya administrasi, yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Standar biaya semacam ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mengendalikan efisiensi kerja para karyawan.

4.                   Sistem pembayaran upah
Sistem pembayaran upan yang telah ditentukan oleh perusahaan terutama upah yang terkait dengan bagian administrasi.

5.                   Metode depresiasi
Biaya depresiasi ini terkait dengan biaya depresiasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan terhadap aktiva tetap.

6.                   Metode alokasi biaya yang dipakai perusahaan
Untuk menbagi distribusi biaya-biaya yang semula meruapakan satu kesatuan biaya bersama (joint cost), kedalam kelompok-kelompok biaya sesuai dengan tempat dimana biaya itu terdapat dalam penyusunan anggaran biaya administrasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran biaya administrasi antara lain :
a.           Anggaran penjualan
b.           Anggaran unit yang diproduksikan
c.           Berbagai standar yang telah ditetapkan perusahaan
d.           Sistem pembayaran upah (gaji)
e.           Metode depresiasi
f.             Metode alokasi biaya

Dalam mempersiapkan dan menyusun anggaran sangat tergantung pada struktur organisasi dari masing-masing perusahaan, akan tetapi pada garis besarnya tugas mempersiapkan dan menyusun anggaran dapt didelegasikan kepada :
1.                   Bagian administrasi, bagi perusahaan kecil.
Hal ini disebabkan karena kegiatan-kegiatan perusahaan tidak terlalu kompleks, sederhana dengan ruang lingkup terbatas, sehingga tugas penyusunan anggaran dapat diserahkan kepada salah satu bagian saja dari perusahaan yang bersangkutan. Dibagian administrasi inilah terkumpul semua data-data dan informasi yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, baik kegiatan di bidang pemasaran, kegiatan di bidang produksi, kegiatan di bidang pembelanjaan, maupun kegiatan di bidang personalia. Dengan bekal data dan informasi tersebut ditambah dengan data dan informasi dari luar perusahaan (ekstern), bagian administrasi diharapkan lebih mampu menyusun anggaran daripada bagian-bagian lain dalam perusahaan.

2.                   Panitia anggaran, bagi perusahaan yang besar.
Hal ini disebabkan karena kegiatan perusahaan yang cukup kompleks, beraneka ragam, dengan ruang lingkup yang cukup luas, sehingga bagian administrasi tidak mungkin dan tidak mampu lagi menyusun anggaran sendiri tanpa partisipasi secara aktif bagian-bagian lain dalam perusahaan. Oleh karena itu tugas menyusun anggaran perlu melibatkan semua unsur yang mewakili semua bagian yang ada dalam perusahaan, yang duduk dalam panitia anggaran . Tim penyusun anggaran ini biasanya diketuai oleh salah seorang pimpinan perusahaan dengan anggota-anggota yang mewakili bagian pemasaran, bagian produksi, bagian perbelanjaan serta bagian personalia. Sebelum disyahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, masih dimungkinkan pula untuk diadakannya pembahasan-pembahasan antara pimpinan tertinggi perusahaan dengan pihak yang diserahi tugas menyusun rancangan anggaran tersebut.
Setelah disyahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, maka rancangan anggaran tersebut telah menjadi anggaran yang defenitif, yang akan dijadikan sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja dan sebagai alat pengawasan. Bilamana tugas penyusunan rancangan anggaran serta anggaran yang defenitif telah selesai, maka panitia anggaran tidak bubar, melainkan secara berkala masih perlu mengadakan pertemuan-pertemuan konsultatif guna membahas pelaksanaan anggaran tersebut dari waktu ke waktu, untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi, serta mengadakan revisi-revisi terhadap anggaran yang telah disusun bilamana memang dirasa perlu.
Adapun kegunaan anggaran biaya penjualan dan anggaran biaya administrasi dan umum secara khusus yaitu berguna sebagai dasar untuk menyusun anggaran kas. Hal ini disebabkan karena sebagian dari biaya penjualan dan biaya administrasi dan umum tersebut memerlukan pengeluaran kas.

1.                   Penyusunan Anggaran Biaya Administrasi
Komponen dari biaya administrasi antara lain sebagai berikut :
1.      Biaya Tetap
Untuk biaya-biaya yang bersifat tetap seperti depresiasi, gaji karyawan maka penentuan biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada periode sebelumnya. Sesuai dengan aturan yang telah di tetukan oleh direksi/manajemen.

2.           Biaya Variabel
Untuk biaya-biaya yang sifatnya variabel seperti kertas dan alat tulis dan peralatan habis pakai lainnya, maka penentuan biaya periode yang akan datang didasarkan pada tarif biaya tersebut pada waktu yang lalu. Perbedaan dengan biaya tetap adalah perubahan harga.


3.           Biaya Semi Variabel
Untuk biaya-biaya yang sifatnya semi veriabel seperti pemeliharaan gedung, maka penentuan biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada analisis terhadap biaya tersebut.

Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi Pemerintah
Etika Pengadaan
Pemerintah melakukan banyak usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, salah satunya dengan melakukan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan instansi-instansi pemerintahan. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang sedang membangun (developing country), dimana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di semua bidang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Djumialdi, 1996: 1). Dalam upaya pemerintah untuk mengatur kebijakan pengadaan barang dan jasa, maka diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No. 54 Tahun 2010) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No. 70 Tahun 2012), ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik. Terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) merupakan cita-cita dan harapan bangsa Indonesia. Salah satu bentuk penyelenggaraan e-goverment untuk mencapai good governance adalah pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik. Hal tersebut merupakan wujud dari perubahan yang dilakukan karena banyaknya permasalahan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah secara konvensional. Pada tahun 2010 mengenai penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah diwajibkan dilakukan secara elektronik atau e-procurement, yaitu Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib melakukan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (eprocurement). Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian/penjualan barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian berkembang ke arah pembelian berjangka waktu pembayaran, dengan membuat dokumen pertanggungjawaban (pembeli dan penjual), dan pada akhirnya melalui proses pelelangan. Dalam prosesnya, pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa pihak terkait sehingga perlu ada etika, norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk dapat mengatur atau yang dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa pada hakekatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku (Adrian Sutedi, 2010:3).
Pesatnya pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan berbagai bentuk berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Dalam praktek, pihak-pihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi penyimpangan terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Bahkan pihak-pihak tersebut langsung diproses secara pidana, pihak-pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan jasa, maka:
1.           dikenakan sanksi administrasi;
2.           dituntut ganti rugi/digugat secara perdata; dan
3.           dilaporkan untuk diproses secara pidana.
Cakupan wilayah hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan secara langsung mengatur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat tiga bidang hukum yang mengaturnya, yaitu:
1.           Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara, mengatur hubungan hokum antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan dengan penerbitan surat penetapan penyedia barang dan jasa;
2.         Hukum Perdata, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak penandatanganan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak; dan
3.           Hukum Pidana, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak tahap persiapan pengadaan samapai dengan selesainya kontrak pengadaan.
Pesatnya pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa untuk keperluan pembangunan infrastruktur, oleh karena itu pengadaan barang dan jsasa merupakan satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Penyimpangan yang terjadi dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah ada dalam setiap proses Pengadaan Barang/Jasa, yaitu dalam proses perencanaan anggaran, perencanaan persiapan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, proses serah terima pembayaran dan dalam proses pengawasan dan pertanggungjawaban. Penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam setiap jenisnya, hal ini terlihat dari tabel terlampir.

Etika Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi Pemerintah berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia adalah sebagai berikut :
     1.          Tertib dan tanggung jawab : melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa.
     2.          Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa
     3.          Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat.
     4.          Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak.
     5.          Menghindari Conflict of Interest : menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa
     6.          Menghindari pemborosan : mencegah dan menghindari terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa
     7.          Menghindari penyalahgunaan wewenang : menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
     8.          tidak menerima, menawarkan atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dai dan atau siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Sanksi pelanggaran
Dasar aturan yang digunakan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah termasuk dalam ranah Hukum Administrasi Negara yang bersifat mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Pengaturan mengenai sanksi dalam pengadaaan barang dan jasa pemerintah diatur dalam Pasal 118 – Pasal 124 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya. Bentuk-bentuk sanksi yang dapat dikenakan bagi para pihak yang melakukan penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah antara lain adalah:
1.           Sanksi Administratif
Pemberian sanksi administratif dilakukan oleh PPK/ Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan kepada penyedia sesuai dengan ketentuan administrasi yang diberlakukan dalam peraturan pengadaan. Bentuk-bentuk sanksi admnistrasi yang dapat dikenakan kepada penyedia antara lain adalah :
a.   Digugurkan penawarannya atau pembatalan pemenang atas ditemukan adanya penyimpangan upaya mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah ditetapkan, melakukan persengkongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur, dan membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar.
b.   Pemberlakuan denda terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian/kontrak.
c.    Pencairan jaminan yang diterbitkan atas pelanggaran yang dilakukan, untuk selanjutnya dicairkan masuk ke kas negara/daerah.
d.   Penyampaian laporan kepada pihak yang berwenang menerbitkan perizinan, terhadap penyimpangan yang dilakukan sehingga dianggap perlu untuk dilakukan pencabutan izin yang dimiliki.
e.   Pemberlakuan sanksi administrasi berupa pengenaan sanksi finansial atas ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri.
f.     Kewajiban untuk menyusun perencanaan ulang dengan biaya sendiri atas Konsultan Perencana yang tidak cermat dalam menyusun perencanaan dan mengakibatkan kerugian negara. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian atau kontrak. Apabila yang melakukan pelanggaran adalah PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang berstatus pegawai negeri maka jika ditetapkan telah melakukan pelanggaran maka berlaku sanksi yang diatur dalam aturan kepegawaian yang diberikan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk menertibkan sanksi, seperti teguran, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan dan pemberhentian sesuai dengan peraturan kepegawaian.

2.           Pencantuman dalam Daftar Hitam
Pemberian sanksi Pencantuman dalam Daftar Hitam kepada Penyedik dilakukan oleh PA/KPA setelah mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Pada tahap proses pemilihan barang/jasa, Penyedia Barang/Jasa dapat dikenakan sanksi blacklist apabila :
a.   Terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b.   Mempengaruhi ULP (Unit Layanan Pengadaan), Pejabat Pengadaan/PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Dokumen Pengadaan dan/atau HPS yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat.
c.    Mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan Kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.   Melakukan persengkongkolan dengan Penyedia Barang/ Jasa lain utuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain.
e.   Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan.
f.     Mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/ atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan.
g.   Mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku dengan alas an yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan.
h.   Menolak untuk menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran di bawah 80% HPS.
i.     Memalsukan data tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri.
j.     Mengundurkan diri bagi pemenang dan pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat penunjukkan Penyedia Barang/Jasa dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK.
k.    Mengundurkan diri dari pelaksanaan penandatanganan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPPK.
Pada tahapan kontrak, Penyedia Barang/Jasa yang telah terikat kontrak dikenakan sanksi blacklist apabila:
a.   Terbukti telah melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pelaksanaan kontrak yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b.   Menolak menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan.
c.    Mempengaruhi PPK dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah ditetapkan dalam kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.   Melakukan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak termasuk pertanggungjawaban keuangan.
e.   Melakukan perbuatan lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajiban dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sehingga dilakukan pemutusan kontrak sepihak oleh PPK.
f.     Meninggalkan pekerjaan sebagaimana yang diatur kontrak secara tidak bertanggungjawab.
g.   Memutuskan kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
h.   Tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi audit pihak yang berwenang yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara.



3.           Gugatan secara Perdata
Gugatan adalah pengajuan yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Gugatan mengandung sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa, para pihak yang membuat perjanjian dapat mengambil jalur hukum secara perdata apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kontrak. Hal ini dipahami sebagai salah satu asas dalam perjanjian, yaitu asas pacta sunt servanda. Asas tersebut menyatakan bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya seperti halnya undang-undang. Hakim atau pihak lain dalam hal ini harus menghormati substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak.

4.           Dituntut Ganti Rugi
Pemberlakuan tuntutan ganti rugi dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dapat dikenakan berupa :
a.   Terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
b.   Ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar berdasarkan tingkat suku bunga yang belaku saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.

Tinjauan Tentang Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999
Kajian dan Manfaat UUJK Bagi Masyarakat Konstruksi
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, kesinambungan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan atau bermanfaat untuk sebagai berikut :
1.           Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas
2.           Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3.           Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi

Masyarakat dalam undang-undang jasa konstruksi berhak untuk :
1.           Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan  jasa konstruksi,
2.           Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
3.           Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi yang berfungsi untuk :
a.   Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
b.   Membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional
c.    Tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat
d.   Memberikan masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan.
4.           Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan baik secara perorangan atau kelompok.
Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

2.           Anonim. 2015. Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. https://jdih.lipi.go.id/peraturan/2015_perka_11.pdf. Diakses pada 04 November 2018.
3.           Anonim. 2018. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU18-1999JasaKonstruksi.pdf. Diakses pada 04 November 2018.
4.           Heldi. 2014. Etika Pengadaan. http://heldi.net/2014/08/pasal-6-etika-pengadaan/. Diakses pada 04 November 2018.
5.           Pane, Musa Darwin. 2017. Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Suatu Tinjauan Yuridis Peraturan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah. https://media.neliti.com/media/publications/238264-aspek-hukum-pengadaan-barang-dan-jasa-pe-ab354f29.pdf. Diakses pada 05 November 2018.